Penerbit Indie dan Mayor
Saat
ini dunia kepenulisan berkembang dengan pesat. Hal tersebut pun diiringi dengan
proses cetak buku yang mudah dan cepat. Tidak hanya buku secara fisik, tetapi
juga buku yang bisa diakses melalui internet (e-book).
Banyak
pintu bagi penulis untuk bisa mewujudkan karyanya secara utuh. Tidak melulu
menunggu karya bisa tembus di penerbit mayor yang notabene penerbit besar dan
butuh perjuangan untuk masuk pada list mereka. Kini, penulis bisa menerbitkan
karyanya sendiri secara mandiri melalui penerbit indie. Lalu, apa bedanya
penerbit indie dan mayor? Manakah penerbit yang cocok untuk para penulis?
Berikut beberapa informasi tentang penerbit indie dan mayor yang saya ketahui
berdasarkan pengalaman saya.
1.
Perbedaan Penerbit Indie dan Penerbit Mayor
Dalam KBBI V, penerbit indie diartikan
sebagai penerbit kecil yang dapat menerbitkan hasil karyanya (penulis) sendiri.
Dengan artian tersebut, dapat diambil pengertian bahwa penerbit indie memiliki
kemampuan khusus untuk memudahkan penulis siapapun dan kapanpun untuk
menerbitkan karyanya tanpa jalur seleksi. Sementara penerbit mayor memiliki
jalur yang cukup sulit sehingga penulis yang menyodorkan naskahnya perlu
menunggu dan mendapat pengumuman antara diterima serta tidaknya naskah
tersebut. Dari hal ini, penerbit indie dan mayor memiliki perbedaan yang jelas.
Contoh penerbit mayor di antaranya adalah Mizan Publishing, Bentang Pustaka,
Gramedia Pustaka Utama, Gagas Media Publisher, Noura Publishing, dll. Contoh
penerbit indie yakni AE Publishing, Jejak Publisher, Airiz Publishing, Ellunar
Publisher, dll.
Meskipun beberapa oknum melihat penerbit
indie sebagai penerbit yang ‘gampangan’, tetapi pada kenyataannya penerbit
berjenis ini tidak semudah yang diperkirakan. Beberapa penerbit indie
menjalankan jasa mereka dengan sangat serius hingga memiliki performa yang
dapat bersaing dengan penerbit mayor. Buku yang terbit dari penerbit indie juga
memiliki kualitas yang tak kalah dari buku terbitan penerbit mayor. Namun,
memang terkadang penulis sendirilah yang memberi patokan pada penerbit indie
dan mayor hingga perbedaan mereka terkesan jauh.
Penerbit indie berada di sisi cenderung
kurang populer dan penerbit mayor sangat populer. Seperti halnya perasaan
penulis yang lolos di penerbit mayor akan sangat bangga, sementara di penerbit
indie terasa biasa saja. Berikut beberapa ciri khas dari penerbit indie dan
tentu saja berseberangan dengan penerbit mayor.
A.
Paket yang Dapat Disesuaikan
Kebanyakan penerbit indie memiliki
beberapa paket yang ditawarkan pada penerima jasa. Contoh, Penerbit A memiliki
paket merah dan hijau yang memiliki kelebihan masing-masing. Paket merah
menyediakan jasa layout, sampul, No. ISBN, edit naskah (revisi 2x), promosi di
sosial media dan satu buah buku cetak. Sedangkan pada paket hijau terdapat
faslitas layout, sampul, No. ISBN, edit naskah (revisi 3x), promosi di sosial
media penerbit, e-book dan tiga buah buku cetak.
Di sisi lain penerbit mayor tidak
mememiliki paket pilihan semacam ini untuk penulis karena penerbit ini memiliki
sistem tersendiri. Penulis tidak perlu memilih paket abcd. Penulis yang lolos
seleksi dari penerbit mayor tinggal mengikuti arahan dari editor maupun
pengurus yang bekerjasama dalam mengolah naskah menjadi buku.
B.
Biaya Dibebankan pada Penulis
Penerbit indie dan mayor memiliki
perbedaan yang umum pada poin ini. Biaya penerbitan sebuah buku pada penerbit indie
dibebankan pada penulis. Sehingga, dari menjual jasa inilah penerbit indie
mendapatkan keuntungan. Biasanya biaya penerbitan belum termasuk biaya cetak
buku. Contohnya, biaya menerbitkan buku dengan paket A adalah Rp 500.000,00.
Sementara biaya cetak perbuku adalah Rp 50.000,00. Biasanya penerbit akan
mengambil untung dari biaya paket penerbitan maupun biaya cetak buku,
bergantung ketentuan dari penerbit itu sendri.
Ada beberapa penerbit indie yang tidak
mengambil keuntungan dari paket penerbitan alias memberikan fasilitas gratis
pada penulis. Namun, penerbit memiliki syarat jika penulis harus membeli buku
cetak sejumlah yang ditentukan dan dari situlah penerbit mendapatkan
keuntungan.
Berbeda dengan penerbit mayor. Penulis
yang naskahnya lolos dalam seleksi tidak dipungut biaya sepeser pun. Penulis
tinggal mengikuti alur yang telah ditentukan dan malah penulis akan mendapatkan
royalti jika bukunya terjual.
C.
Penulis Dapat Menjual Bukunya Secara Mandiri
Sistem penjualan buku pada penerbit
indie dan mayor memiliki perbedaan pula. Selain mengandalkan promosi dari
penerbit indie (biasanya via online PO),
penulis juga bisa mempromosikan serta menjual bukunya secara mandiri. Biasanya,
penerbit indie akan menjual buku pada penulis dengan harga cetak saja, kemudiam
penulis akan menyesuaikan harga jual penerbit di pasaran. Sehingga keuntungan
maupun popularitas buku bukan hanya didapat dari kinerja penerbit semata,
tetapi juga dari peran penulis itu sendiri.
Di samping itu, ada penerbit mayor yang
saat ini sering mengadakan PO (pre-order) dengan merchandise yang menarik
sebelum buku didistribusikan di toko buku. Sehingga, penulis juga dapat turut
mempromosikan, tetapi kendali penjualan tetap pada penerbit. Selan itu, setelah
PO berakhir, buku akan dijual di toko buku seperti Toga Mas, Gramedia, dsb.
Penerbit indie kadang juga memiliki opsi
untuk penulis jika penulis ingin memasukkan karyanya di toko buku. Namun, biaya
yang dikeluarkan tentu akan ditanggung oleh penulis sendiri. Ditambah, jika
terdapat buku sisa setelah waktu pajang buku habis, buku tersebut akan ditarik
dan penerbit sering menjual dengan harga rendah demi menghabiskan stok.
2.
Penerbit Indie Sekaligus Mayor
Saat ini, beberapa kali saya temui
penerbit Indie sekaligus Mayor di beberapa tempat. Maksudnya, penerbit tersebut
memiliki dua jalur yang dapat dipilih oleh penulis. Jalur antara penerbit indie
dan mayor dalam satu naungan yang sama. Jalur pertama merupakan jalur mandiri
yang segala sesuatunya dibebankan pada penulis. Nah, jalur pertama ini
merupakan ciri dari penerbit indie. Namun, penerbit ini juga membuka jalur
seleksi naskah yang segala biaya penerbitan dan naik cetak ditanggung oleh
penerbit. Bahkan juga dipasarkan tidak hanya online tetapi juga di toko buku sehingga mengindikasikan aktivitas
penerbit mayor. Penerbit seperti ini contohnya adalah penerbit Stiletto Books
dan Airiz Publisher.
3.
Pengalaman Bekerjasama dengan Penerbit Indie
Nah, sekarang saya ingin membahas
tentang cara menerbitkan buku terutama di penerbit indie. Saat ini banyak
penerbit indie yang tersebar di berbagai daerah. Penerbit tersebut memudahkan penulis
untuk mengabadikan karyanya melalui tulisan tanpa perlu seleksi yang memakan
waktu panjang.
Selama ini, saya sudah pernah bekerja
sama dengan beberapa penerbit indie di antaranya MyFreedoms (Yogyakarta), Airiz
Publishing (Surabaya), dan Guepedia (Jakarta). Selain itu saya juga pernah
mengikuti lomba dan terbentuk antologi bersama di Jejak Publisher (Sukabumi) dan Mazaya
Publishing (Tasikmalaya).
Meskipun mereka adalah penerbit indie,
mereka tetap memiliki syarat khusus yang harus dipenuhi oleh penulisnya. Entah
dari segi paket penerbitan, fasilitas untuk penulis, dan teknik promosi.
Rata-rata proses buku naik cetak adalah dua minggu hingga dua bulan, bergantung
kinerja penerbit dan antrean naskah yang sedang diproses. Ditambah, pembuatan
No. ISBN juga perlu waktu, sehingga sebelum buku dicetak membutuhkan waktu
tambahan untuk nomor khas dari buku tersebut.
Biaya yang saya keluarkan pun beragam.
Di Guepedia, biaya penerbitan adalah gratis, tetapi pembelian buku cetaknya
lumayan tinggi daripada penerbit indie lainnya. Di MyFreedoms saya membayar
biaya penerbitan, tetapi biaya untuk cetak buku yang akan saya jual secara
mandiri mendapatkan harga jual rendah. Di Airiz Publisher saya membantu edit
dan layout sehingga saya mendapatkan potongan harga untuk paket penerbitan.
Biaya yang seharusnya Rp 450.000,00 menjadi 350.000 saja. Untuk pembelian buku
dipatok harga sama dengan pasaran, tetapi royalty tetap mengucur pada saya.
Jadi, segala syarat dan ketentuan dar penerbit indie satu ke penerbit ind lainnya
tidak dapat disamaratakan.
4.
Pilihlah Dengan Tepat, Jangan Sampai Tertipu
Informasi tambahan, beberapa saat lalu
ada kejadian seorang teman ditawari untuk menerbitkan karya dan dijanjikan buku
dipajang di toko buku. Mereka mengaku sebagai penerbit mayor, tetapi meminta
biaya cetak buku dalam jumlah ratusan eksemplar.
Nah, untuk penulis apalagi penulis
pemula jangan mudah tergiur dengan iming-iming semacam ini. Saya tekankan bahwa
penerbit mayor tidak meminta biaya percetakan pada penulis, malah penulis yang
akan mendapat royalti (biasanya 6-10% dari harga buku). hal tersebut adalah
perbedaan mendasar antara penerbit indie dan mayor. Selain itu, sebenarnya buku
yang ada di toko buku bukan hanya berasal dari penerbit mayor, tetapi juga
penerbit indie. Hanya saja ada ketentuan dan syarat khusus untuk itu.
Dulu, karya pertama saya sempat ditawari
untuk masuk gramedia wilayah Surabaya dengan minimal cetak 50 eksemplar. Tapi
saya menolak hal tersebut. Bukan bermaksud tidak ingin. Memang sebagai penulis
akan ada perasaan bangga dan bahagia tersendiri saat buku masuk toko. Tapi,
disamping saya tidak memiliki biaya besar, saya juga melihat risiko di
belakangnya. Buku yang dipajang di toko buku hanya bertahan 3 bulan. Setelah
itu buku akan ditarik oleh penerbit dan dijual dengan harga obral. Jika semua
biaya produksi berasal dari penulis, itu akan membebani penulis pada akhirnya.
Nah,
itu tadi informasi seputar penerbit indie dan mayor. Bagimanapun, semua penulis
memiliki tujuan masing-masing. Saya tidak menutup kemungkinan jika teman-teman
yang ada di sini akan memilih untuk memajang buku di toko ternama bisa melalui
penerbit indie dengan biaya besar, bisa juga melalui penerbit mayor dengan
perjuangan luar biasa. Semua itu adalah pilihan. Tidak ada yang salah. Jadi,
sebelum menjadi penulis profesional, tentukan apa yang ingin kalian tuju dan
capai. Semoga lekas terwujud dan terus bersemangat! Sampai jumpa di artikel
selanjutnya.
Sepakat sekali kak, jangan sampai tertipu. Di artikel ini sudah cukup jelas dan gamblang kalau penerbit Mayor tidak meminta bayaran sedikitpun, kalau yang berbayar itu Indi atas permintaan sendiri. Saya juga belum pernah berhasil tembus mayor tapi tidak apa-apa suatu hari nanti bisa tembus dan debutnya pasti mengesankan, yakin deh insya Allah Aamiin
BalasHapusAdanya penerbit indie memudahkan penulis pemula yang ingin mencetak karya tulis nya ya. Aku yang awam soal dunia menulis dan penerbitan jadi paham kenapa teman-teman aku yg suka nulis bisa nyetak buku mereka dengan mudah.
BalasHapusKali ajaa suatu saat ada ide menulis yang berwujud sebuah buku. Penerbit indie bisa jadi solusi buat pemula. Trimakasih ulasannya mbak.
Yang paling mudah tentu saja penerbit mayor ya kak, sayangnya untuk bisa menerbitkan karya di penerbit mayor tidaklah mudah hiks
BalasHapushe?
HapusSaya baru2 ini ditawarkan ikut nilis kolaborasi, tapi bayar n kita promokan sendiri. Brarti ini indie ya. Saya blm iyakan sih, soalnya blm pandai buat tulisan yg bgs hehe
BalasHapussaya baru tau soal penerbit indie lho. kirain musik indie aja, hehehe. jadi penulis itu harus pintar-pintar pilih penerbit ya, tapi kalo kirim tulisan ke penerbit mayor juga harus melalui tahap seleksi yang ketat ya. kalau ingin cepat terbit mungkin bisa melalui jalur indie. tapi ya itu, harus siap biaya ya. saya kebetulan ada rencana pengen nerbitin buku cerita anak, tapi masih menimang-nimang apakah DIY di publish atau masuk penerbit
BalasHapussaya baca-baca, ternyata sama-sama menarik ya mba, mau penerbit Indie atau Mayor. Pokokny ayakin aja, kalo buku kita bagus, mau diterbitkan di mana saja pasti sukses.
BalasHapusWah... Kalau saya sebagai penulis pemula cukuplah penerbit indie. Banyak juga penulis terkenal lari ke penerbit indie.
BalasHapusSaya kenal salah satu penerbit indie yang banyakan penulisnya perempuan. Mereka benar-benar profesional menjalankan bisnisnya. Tapi entah kenapa buku keluaran penerbit mayor dalam hati masih tetap keren
BalasHapusBuku terbitan penerbit Indie banyak juga yang bagus, dan akhirnya ada yang dipinang juga oleh penerbit mayor.
BalasHapusternyata memiliki gaya tersendiri yaa penerbit indie dan mayor karena aku baru tau buku"nya pada bagus
BalasHapusPenerbit Indie pun sekarang banyak yang punya lini mayor. Seperti Bitread atau Stiletto, Kalau mau proyek idealis emang gampangnya ke indie. Tapi memang kudu siap semuanya ya. Termasuk soal promosi.
BalasHapusSaya sendiri pun masih punya rencana ikutan waiting list di penerbit mayor apalagi utk buku-buku universitas perlu waktu untuk direview bisa sampai 6 bulan bahkan setahun, tp biaya seluruhnya ditanggung penerbit, kitanya malah dapat royalti
BalasHapusWah, aku baru tahu kalau di toko buku besar nanti cuma bertahan tiga bulan dan kemudian diobral...ya ampun kasihan penulisnya yah kak.
BalasHapusJujur sejauh ini suka sih nulis, tapi baru dari artikel ini paham plus minusnya penerbit indie dan mayor
Wah-wah ternyata banyak sekali perbedaan antara penerbit indie dan mayor ya kak. Terima kasih infonya
BalasHapusinformasi yang penting banget nih diketahui kalau mau coba untuk menerbitkan buku.
BalasHapus