Cerpen Scifiction - Janji yang Lenyap Bersama Bintang Jatuh (Cerpen)
Bangkai
tikus menumpuk di balik gedung megah. Menguak bau anyir dan busuk yang tak akan
pernah dicium oleh orang-orang dari kasta atas menengah. Keadaan terlihat
menyedihkan. Tetesan air dari saluran motel yang rusak membikin suara jatuh
teratur tetapi mengkhawatirkan. Lorong gelap memang tak pernah memiliki kesan
hebat. Semua serba buangan seperti tumpukan tikus, plastik, sisa makanan, dan
aku.
Aku
berdiri di tengah gang seraya melirik jam tangan. Sesaat diam, kemudian mengalihkan
pandang pada lampu-lampu jalanan. Tidak jauh dari posisi, suasana terlihat
sangat berbeda. Di sana sangat terang, segar, dan nyaman. Tak apa mobil dan
motor menyuguhkan asap sekali-sekali. Orang-orang di seberang sana tetap
mendapatkan kebahagiaan lebih daripada aku yang ada di sini.
Dalam
angan yang memuaskan, ponselku mengusik dengan getaran keras. Secara hukum
ponsel ini bukan atas namaku. Namun, aku bisa memilikinya karena aku
menginginkannya. Demi ponsel ini, aku membunuh si pemilik dan dua orang rekan
yang berada di lokasi penelitian.
“Halo,
Leuca! Kamu di mana? Mengapa kamu kabur dari lab?”
Aku
tersenyum tipis. Kukira ilmuwan cantik itu merindukanku. Ternyata dia hanya
ingin kelinci percobaan ini tidak kabur dari kandang. Ada nada takut sekaligus
kesal. Kemungkinan dia takut aku akan membahayakan orang lain selama di luar.
Juga kesal karena aku mulai memberontak di atas nalar.
“Leuca!
Jawab aku!” desak Gial untuk pertama kalinya.
“Hai,
Gial. Aku ingin melihat bintang jatuh. Aku tidak bisa melihatnya di dalam lab
Kamu bilang akan ada ratusan meteor yang mengarah ke bumi malam ini, kan? Mau
menemaniku?” tawarku lirih. Aku tidak bisa menimpali Gial dengan nada yang
sama.
Aku
sadar. Dengan tawaran ini Gial akan memberi tahu lokasiku pada Profesor Nagam.
Kemungkinan besar dia mengerahkan semua rekannya untuk memasungku lagi. Lebih
parah, aku bisa dibunuh karena percobaan terakhir yang disuntikkan padaku telah
membuatku berontak.
“Jangan
bicara macam-macam. Kita tidak bisa melakukan itu. Di mana kamu sekarang?
Segera kembali!”
“Pukul
22.22 di danau pinggir kota. Kita bertemu di sana untuk melihat bintang jatuh.
Setelah itu, terserah kamu ingin meremukkan tubuhku dengan ratusan suntikan
atau langsung menyerbu dengan puluhan peluru. Ah, aku lupa. Sebentar lagi aku
akan mati. Kamu tidak usah repot-repot merencanakan pembunuhan.”
“Doktor
Gial, apa kita menemukannya?” suara keras terdengar dari sambungan telepon.
Suara khas yang membuatku takut sekaligus muak. Dia adalah pimpinan para
ilmuwan yang telah mengubahku, Profesor Nagam.
“Iya,
Prof. Tapi ….”
Aku
tidak perlu mendengar pembicaraan mereka. Tanpa menyimak secara lengkap, aku
menutup telepon dari Gial. Saat ini aku hanya butuh berjalan menuju danau
pinggir kota melewati atap rumah dan bangunan megah. Aku akan melihat bintang
jatuh bersama pujaan hati. entah setelah itu aku hidup atau mati. Aku tidak
peduli.
***
***
“Namamu
adalah Leuca. Mulai saat ini kamu tidak usah memikirkan apapun. Ikuti saja
perintah yang ada. Doktor Gial, kuserahkan pemeriksaan ulang Leuca padamu.” Professor
Nagam menyerahkan beberapa lembar kertas pada seorang yang dipanggil Gial.
Setelah itu Profesor menjauh. Entah ke mana.
Namaku
Abdul, sebagai anak yang lahir di negara perang, aku tidak pernah merasa
kesepian. Selalu ada suara menggelegar dari bom dan tembakan. Seakan
bersahutan, aku tidak tahu jika itu adalah lonceng kematian bagi orang-orang
sekitar, termasuk orang tuaku. Di umurku ke delapan belas, aku ditemukan oleh
Profesor Nagam yang sedang bertugas sebagai relawan kesehatan. Awalnya dia
terlihat hangat dan penuh perhatian. Namun, saat dia mendapatkan tugas untuk
memimpin penelitian rahasia, dia mulai memperlihatkan taring dan cakarnya.
“Halo,
Leuca. Saya Gial. Selama penelitian nanti kita akan sering berinteraksi. Tugas
saya adalah mencatat perubahan yang terjadi padamu dari waktu ke waktu. Mari,
kita bekerja sama,” ucapnya dengan senyuman yang tulus.
Dia
adalah Gial. Ilmuwan cantik berlesung pipit. Sejak pertama memandang wajahnya,
aku merasa dia tidak pantas berada di penelitian ini. Dia berhati lembut dan
ceria. Dia berbeda dengan ilmuwan lainnya yang terkesan memandangku sebagai
alat semata.
Proyek
ini bersifat rahasia dan tertutup. Tidak didanai oleh pemerintah secara resmi,
tetapi uang selalu mengucur dari kantong-kantong orang yang ingin melihatku
sebagai penemuan berarti. Sebagai manusia, aku memiliki pertahanan tubuh yang
normal. Namun, mulai titik ini tubuhku dikoyak dengan berbagai cairan. Sejak
hari itu, profesor Nagam bilang aku bukan lagi manusia. Aku adalah boneka yang luar
biasa. Akan tetapi, aku tahu jika diriku yang sekarang adalah monster.
Secara
bertahap mereka melakukan penambahan neutrofil dan limfosit T pada tubuhku. Di
samping itu, mereka juga merangsang trombosit untuk berkembang dua kali lipat.
Di bulan pertama tubuhku meriang. Aku
merasa kejang tiap empat jam sekali. Setelah semua itu kulalui selama sebulan,
mereka mulai mengujiku.
“Tembak!!!”
Bulan
pertamaku berakhir dengan lima peluru. Aku masih merasakan sakit. Namun, mereka
bahagia melihat masa pemulihanku yang tak kurang dari dua minggu. Setelah
sembuh mereka mengujiku lagi dengan tembakan lima peluru. Masa pemulihanku
berubah menjadi sepuluh hari. Mereka tertawa bahagia. Mereka bangga karena
tubuhku bisa mengatasi satu peluru hanya dengan dua hari. Dirasa berhasil,
percobaan selanjutnya dilakukan.
“Untuk
apa sebenarnya penelitian ini?” tanyaku pada Gial saat pemeriksaan ulang.
“Saya
tidak bisa menceritakan detailnya padamu, Leuca. Hanya Profesor Nagam yang bisa
memberi tahumu. Tapi, secara garis besar penelitian ini untuk pertahanan negara
dan kemajuan teknologi kesehatan. Maafkan saya.”
“Baiklah,
terserah saja. Lalu, sekarang apa yang akan kalian lakukan padaku?”
“Kami
mulai menambahkan plasma darah padamu. Kemungkinan leukosit akan menganggap ini
sebagai antigen. Tapi kecenderungan plasma darah dianggap sebagai patogen juga
tidak sedikit. Reaksi ini yang saya tunggu. Jika mengarah pada perubahan yang
bagus, berarti Profesor Nagam tidak salah duga tentang keistimewaan yang kamu
miliki.”
Gial sangat giat untuk menulis detail
kondisiku. Selama percobaan kedua berlangsung dia tidak pernah melewatkan
apapun. Di minggu kedua dalam percobaan ini aku muntah darah. Sklera mataku
juga berubah merah. Disusul kepala yang seakan berputar dan tak bisa
dihentikan, aku memanggil nama Gial keras-keras. Dia ada di seberang ruangku yang
berlapis kaca. Dia di sana, tapi tak mampu berbuat apapun kecuali melaporkan
keadaanku pada Profesor Nagam.
Ternyata,
percobaan kedua gagal. Professor Nagam sengaja menanamkan beberapa cairan untuk
merangsang kanker. Dalam tubuhku yang memiliki suhu di atas rata-rata sedang
terjadi perang antara sel darah putih dengan seluruh sel yang mereka anggap
sebagai penyakit.
“Maaf,
Leuca. Saya tidak tahu jika Profesor Nagam akan berbuat sejauh ini. Tapi kamu
tidak perlu khawatir. Kamu akan selamat dan sembuh. Kamu akan menjadi manusia yang
paling istimewa di dunia ini.”
“Omong
kosong! Aku tahu Profesor akan membuat kanker ini sebagai kunci utama
kematianku. Dia memasukkan cairan misterius tanpa kamu tahu, kan? Dia pasti
memiliki maksud lain.”
Setelah
jam makan malam, keadaanku tak kunjung membaik. Malah sebaliknya. Tubuhku
semakin tidak bisa dikondisikan. Aku sangat marah. Aku tidak ingin berada di
tempat terkutuk ini. Aku ingin ke luar dan membawa Gial bersamaku. Sayangnya,
gadis itu sedang tidak di tempat dan aku harus melarikan diri sendirian. Demi
ke luar dari tempat itu aku harus melukai petugas yang berjaga di setiap
lorong. Mungkin mereka tidak mati jika menjadi diriku. Sayangnya, mereka semua
bukanlah aku.
***
***
Aku
heran. Mengapa jam yang bergerak dalam ponsel tidak menimbulkan detak seperti
jam-jam lainnya. Aku ingin mendengar detak dari jam yang cukup mirip dengan
detak jantung Gial. Sejak percobaan kedua, detak jantungku tidak stabil dan aku
tidak bisa menyebutnya sebagai detak jantung manusia biasa lagi.
Saat
ini aku terus melangkah menuju danau. Tidak ada tujuan lainnya. Sesungguhnya,
pelarianku memang tanpa tujuan pasti. Ditambah tubuhku yang mulai demam dan tak
mampu menahan reaksi. Aku benar-benar akan mati setelah ini.
“Sial!
Aku belum bertemu Gial. Fenomena bintang jatuh itu juga masih setengah jam
lagi. Jika aku mati sekarang, aku tidak akan mendapatkan dua-duanya.”
Aku
menggerutu dalam keadaan tidak keruan. Langkahku terseok-seok. Tangan dan
badanku memiliki perbedaan suhu yang melonjak. Aku tidak benar-benar sadar
sekarang. Mataku mulai mengatup dan kehilangan pencahayaan.
Perlahan
kusandarkan tubuh pada atap sebuah rumah. Sesaat terdengar gelak tawa dari
dalam. Aroma daging panggang dan roti kelapa yang baru matang menyelinap penuh
kedamaian. Sejenak aku menukikkan bibir. Kemudian mengulumnya dengan perasaan
hambar.
“Haruskah
aku menyesal sekarang? Seharusnya aku bisa mati di tempat yang terang. Dengan
Gial yang mempersembahkan tangis dan wajah duka untukku.”
Aku
tidak tahu harus berucap pada siapa. Saat ini aku hanya mengeluarkan kata-kata
tanpa tahu siapa yang mendengarkannya. Di ujung utara, fenomena alam yang
istimewa mulai muncul. Keluarga yang ada di dalam rumah menghamburkan pandang
ke luar jendela. Aku mendengar tawa mereka kembali. Kemudian suara gelas yang
berdenting membikin sebuah melodi halus di atas kepedihanku.
Namaku
Abdul. Aku dibawa ke negara ini untuk sebuah alat penelitian. Orang-orang
pintar itu mengira aku berbeda dengan mereka. Mereka adalah manusia dan aku
hanya boneka berbahaya. Namun, bagiku aku tetaplah manusia. Karena aku
merasakan sebuah cinta yang bahkan terus kubawa hingga menutup mata.
Gial,
maaf aku tak mampu menemuimu di danau pinggir kota.
SELESAI
Bagus ceritanya,..terus kembangkan
BalasHapusBagus 🍒
BalasHapusCeritanya bagus min, tapi pernah ga cerpen yang sudah dibuat lalu di visualisasikan ke Video atau Film ?
BalasHapusMenarik sekali karya ini. Cerpen sci-fi sejatinya rumit, tapi "Janji yang Lenyap bersama Bintang Jatuh" dikemas dengan apik dan matang. Membacanya seolah berada di samping si kelinci percobaan, Leuca yang Abdul, menanti bintang jatuh. Paling terngiang pada : "...sebagai anak yang lahir di negara perang, aku tidak pernah merasa kesepian. Selalu ada suara menggelegar dari bom dan tembakan". Wow! Permainan ironi dan satire yang mengena. Hanyut membaca. Tak jemu hingga akhir cerita. Piawai sekali sang penulisnya. Salam kenal, Mbak Nur Asiyah.
BalasHapusSalam kenal kak. Terima kasih atas apresiasinya.
Hapusyang penting jangan ada tikus-tikus berdasi, btw sukses terus buat mimin nya #Amin
BalasHapusCerpen yg unik dan menarik. dari judulnya saja berkesan menggabungkan fenomena yang sering terjadi saat ini lalu menghubungkannya dengan ruang angkasa.
BalasHapusSayang sekali, seharusnya keberadaan bintang jatuh adalah kesempatan emas untuk membuat permohonan atas sesuatu
BalasHapusBtw keren mbak cerpennya, ditunggu karya-karya selanjutnya
Saya sendiri juga penikmat sastra mbak. Cerpen ini buatan sendiri kah?
BalasHapusMenurut saya bagus mbak, gaya yang digunakan juga khas gaya sekarang. Meskipun saya sendiri menyukai aliran cerpen klasik, tetapi cerpen mbak ini cukup bagus plot dan alurnya.
Salam sastra!
Semua artikel dan cerita di blogini karya saya sendiri kak. Ini saya juga baru pertama buat genre yang beda. Hehe, terima kasih atas apresiasinya
HapusLuar biasa keren karya mbaknya..
BalasHapusMbak, apa iya biar bisa nulis cerita fiksi yg keren kudu banyak menghayal ya?
Kata temen saya yg jago nulis gitu.
Saya coba, malah gak bisa jd ceritanya.. hehehehe
Tio
iotoMagz
Jangan banyak-banyak menghayalnya mas. Secukupnya saja. 😅
HapusTulisannya mirip dengan skenario film hollywood yah, apa jangan-jangan penulis terinspirasi dari film-film tersebut ?hehe
BalasHapusSaya susah sih ngayal kalo untum cerita yang science fiction gini. Bagus kak lanjutkan!
Saya jarang nonton film mbak. Apalagi film Hollywood. Pas bikin ini saya iseng nyoba genre baru saja. Soalnya belum pernah coba genre fiksi ilmiah, hehe.
HapusBagus ceritanya.. Bikin pembaca penasaran dan membuat candu untuk segera melanjutkan membaca sampai paham ceritanya dan tau akhirnya.. Selalu berkarya terus.. Semangat
BalasHapusceritanya menarik suka banget sama cerpen yang berbau -bau medis. semoga ada serial lanjutanya, jadi penasaran ama sifat tokohnya lebih dalam.
BalasHapusNur berbakat sekali nih jadi penulis fiksi. Aku malah paling sulit untuk menulis fiksi, kecuali puisi.
BalasHapusSemoga konsisten yah dengan tema science-fictionnya. Semangat berkarya!!
Seru banget, sayangnya hanya 1 hal, terlalu pendek jadi kurang puas yg baca, hehe
BalasHapusBagus ka cerpenya. Cara menyampaikanya pun menyentuh. Impian bertemu kandas lantaran abdul tidak bisa bertemu dg Gial. Penyesalan terakhir
BalasHapusKeren mbak cerpen scifiction yang berjudul janji yang lenyap bersama bintang jatuh, ditunggu cerpen2 lainnya hehehe
BalasHapus